Senin, 19 Juli 2010

Jera dalam Jerat





Laba-laba hitam itu sudah jera dalam jerat yang dibuatnya.
Jengah terengah, dia terseok tertatih dari satu sisi kesisi lainnya,
Dari pedih lalu mengunjungi sedih, menghampiri tanya lalu tersesat, lagi.
Matanya sayu, layu, yang kanan bertuliskan hidup yang kiri bertuliskan cinta.
Ya dia hidup dan mencinta, mencinta kupu-kupu,
Mendamba indah.

Tapi laba-laba tak pernah berani menoreh rasa dinadinya,
Tak pernah berani menghela paru dengan penuh harap.
Dia lemah tergerus ragu, ditusuk takut hingga belulang, dipaksa mengeraskan hatinya oleh dingin asa yang selalu tiada untuknya.

Sejenak laba-laba berfikir,
Kupu-kupu itu selalu terbang mengalun lembut, indah dikagumi banyak insan. Haruskah dia ikut terkungkung dalam jerat hitam, saat laba-laba mencintanya!?

Kupu-kupu itu sangat mampu untuk terbang menjauh gelapnya sarang laba-laba.
Menikmati hangat mentari, takdir mentitahkannya untuk bersama harum bunga.
Bukan terjebak, terperosok-tersungkur dalam got, terjerat hitam sarang laba-laba, lalu mati hina.

Laba-laba itu binatang singgah, dari satu jerat kejerat lainnya.
Menjerat satu kupu-kupu, lalu pindah kejerat lainnya.
Menjerat satu kupu-kupu. lagi
Dan begitulah pikir laba-laba itu.

Tentang apa-apa yang ditakutinya.


"What hurt me the most was when you being so close with me
and
right at the time that you're very happy with me.
Then, you must
watching me walk away
It`s what the most i scared of."



Laba-laba itu takut lalu menjadi pengecut.
Kacrut-kucrut terbirit dari hidup dari cinta,
Lalu menjelma menjadi curut, berhina dalam got!
Hanya meringsuk tergenang oleh gelinang sesal yang menyumpal di hati, membebal otaknya.

Entah sampai kapan,
Hatinya itu diterjam mulut yang tak bicara.
Menerkam semua jerat yang sesungguhnya ingin tersurat lalu tersirat.

Getir ini sekarang sedang berada ditepian,
Siap untuk terjatuh lalu mengaduh, lagi.
Atau mungkin,
Siap untuk berterbang bersama sayap-sayap indah miliknya.

Jangan kau bertanya kemana arah tepian
Pada takutnya, pada lemahnya,
Juga jangan pada dia, sang pengecut.

Tatap saja matanya, Penuh kasih dan percaya,
Jika kau temu jawabnya, tak usah bicara,
Peluk saja, erat-hangat, damaikan dia, Sang Laba-Laba.



Maaf bila Sang Laba-Laba
Tercipta tak sekuat tak sehebat yang kau kira,
Dia hanya seekor bocah yang sedang tersesat,
Sedang menanti sembari mencari.







"Dan jika aku mengharapkan dirinya
menjadi yang pertama lalu menjadi yang terakhir,
Tuhan, tolong jawab aku,
Apakah ini terlalu berlebihan,
Untukku, juga untuknya."








Tidak ada komentar:

Posting Komentar