Kamis, 03 Juni 2010

Dia, untukmu (mungkin), dan bukan aku.



Pernah aku berkata: "
Asmara itu nuansa yang memabukan dan penuh racun! Sedangkan cinta? itu bukanlah apapun, hanya pengakuan sebuah rasa yang membuatmu menangis saat mengingkarinya."


Aku tak menangis, tapi rasa itu kini membuat paru terasa amat sesak, memaksa logikaku untuk lupa ingatan dan menggerakan tubuh ini untuk ber
lari lagi, kini lebih cepat.
Aku terus menatap gambaran dirimu, yang (kupaksa) mulai terlekang, baiklah, ku akui (mungkin) aku memiliki rasa terhadapmu, rasa yang hanya terejawantah dalam diam dari sisi aku, tidak akan pernah dari sisimu, pikirku.

Aku bukan yang dipujamu, aku hanya pemujamu.
Aku bukan siapa untukmu, tapi engkau membuat dirimu menjadi siapa bagiku.
Kau tak bergerak, tak bertutur, hanya diam didepanku membuatku terpaku lalu tergetar.

Aku tak pernah mengatakan tentang rahasia rasa i
ni, aku hanya berani menatapmu dari kesendirianku, karena bagiku kau sungguh menakutkan, kau adalah makhluk terindah yang mampu mencabik-cabikku, menjadi serpihan, teronggok saat ada-mu menjadi tiada, membuatku menggigil dalam merindukanmu.
Kau tidak mendengar, siapapun tak kan mendengar, tentang jeritan ini

"AKU RINDU!!, AKU TERSIKSA AKAN RASA INI!!, ARGGHHH!!"

Sungguh, kau adalah pengganggu tenangku, pengusik sendiriku, dan aku mulai lelah tentang semua ini.
Lalu, beruntunglah aku (mungkin inipun yang membuatku sebenarnya bersedih), kini kau menghianati rasa dari sisiku. Bercumbu dengan ses
uatu yang tak kusukai, bermain dengan dia yang ku benci, silahkan kalau kau ingin menyebutnya cemburu, dan kecewa, mungkin padamu, terlebih padaku.

Sudahlah, seorang pengecut ini memang tidak pernah pantas untuk menuai rasamu, aku hanya pangeran kodok yang mengharapkan kecupan dari putri yang takkan pernah ada, karena kau memang bukan seorang putri dan kau memang tak ingin menjadi putri (untukku), kau hanya perempuan jalang yang membuatku termabuk dalam sebuah asmara, maafkan aku, ini hanya amarahku tentang kekecewaan, pada diri dan rasaku.


Aku yang teronggok,
Aku yang pedih,
Aku yang merindukanmu,
Aku yang sendiri dan kecewa,
Kini terpuruk, dalam diam, dalam mati


"Terima kasih pada cinta yang selalu pahit, terlebih untukku."





dan aku berharap, semoga lelah akan rasa ini cepat berlalu seperti asap rokok yang menghilang bersama kabut kelam







Tidak ada komentar:

Posting Komentar