Dalam ruang reyot ini, dalam gelap yang penuh emosi, dingin.
Dia yang bertelanjang, yang merasakan sepi,
Rona bibir lembutnya bergincu merah, bercumbu bersama selinting tembakau yang beraroma menthol, dirasakan dingin mint yang merasuk menyelimuti tenggorokan, dingin, sedingin malam-malam yang biasa dilaluinya dalam ruang penuh emosi itu, sendiri.
Dihisapnya lintingan tembakau itu, dalam, sedalam semua hitam yang menyesakan paru, diselami hitam itu sejenak dalam jantungnya, memanas-membakar yang berada dalam dadanya. Dibiarkan tar dan nikotin mengendap bersama sesal, menjadi candu yang menyakitkan.
Dan lalu dihembuskan dalam berbagai bentuk asap, menari hening melewati mulut yang selalu terdiam, tak bicara. Dan terkadang meleos melalui lubang hidung, terbang bersama hayalnya-angannya tentang beban yang menjelma menjadi ringan, bersatu bersama harunya langit kelam.
Tenggelam dalam lamunan sendu disetiap batangnya, menggantikan kisah-kisah kelu yang berganti, satu batang untuk setiap kisah, untuk setiap hampa yang terasa.
Terenyak dalam sebuah adegan dimana dia bermandikan peluh yang bercampur dengan darah, isak yang menghantam dadanya, menyempitkan logikanya, membuat wajahnya parau tapi dengan senyum. Ditampar, dicakar, menikmati hasrat dalam remangnya hati, dalam sebuah pelarian bersama debu yang berterbangan diselimuti kelabunya asap pekat itu.
Setiap hirupnya menyalakan bara, yang mulai redup lalu memerah kembali, terang seperti teriakan yang (ingin) dikeluarkannya, menuju pangkal-pangkal hidup, lalu menghitam dalam kesuraman.
1 hisap lagi sebelum pangkal, dihisapnya, dimatikan dan dinyalakan sebatang, lagi. 1 batang lagi, dengan harap akan berhenti kelak. 1 batang lagi, untuk sebuah lamunan, untuk sebuah kesedihan, kekecewaan, kesepian dan pelarian dari permainan-permainan. Diputarnya rokok itu, mempermainkannya dalam putaran-putaran, seperti rasa yang selalu mempermainkan hidupnya.
Sungguh paru ini sesak, jantung ini seakan berhenti berdetak. Tapi biarlah karena memang itu yang selalu terasa, biarkan cumbuan bersama rokok ini menemani setiap gelap yang dirasa, terhanyut walau harus mati kelak. Tak ada yang bisa mencumbunya seperti sebatang rokok yang terus menggrogoti ini. Rokok ini tak pernah menyundut, tak pernah membuat terluka, hanya menemani setiap relung-relung kosong, menghangatkan setiap malam dingin.
1 hisap lagi sebelum pangkal,
ini hisapan terakhir, untuk cumbuan sebatang rokok, lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar